Makalah
Pendidikan
Kewarganergaraan
Disusun oleh :
Ade
Astari Muhamad
|
E1A013008
|
Muhammad
Arief Sanjaya
|
E1A013052
|
Randianto
Harits Sujati
|
E1A013056
|
Dewi
Sukmawati
|
E1A013122
|
Qoerata
Deva Azelina Y.P
|
E1A013118
|
Dani
Yasmin Nurani
|
E1A013130
|
Dito
Dewa Bangsawan
|
E1AO13168
|
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Outsourcing (alih daya) adalah salah satu pilihan
strategis dalam mendukung proses bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka
efisiensi, perusahaan pengguna dimanjakan dengan beberapa keuntungan / manfaat
dari kegiatan outsourcing.
Satu yang terpenting diantaranya adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus
pada strategi perusahaan, sehingga proses pencapaian tujuan perusahaan dapat
terkontrol, terukur dan akhirnya tercapai. Dalam outsourcing,
khususnya outsourcing tenaga
kerja di Indonesia, dari sisi regulasi dan penerapannya selalu menjadi fenomena
menarik. Isu outsourcing selalu hangat, dan bahkan menghangat.
Hal ini terjadi karena dampak kehidupan ketenagakerjaan yang sangat dinamis. Di
satu sisi, perusahaan ingin memberdayakan sumber daya dari luar (Outsourcing),
tetapi di sisi lain pekerja (buruh) keberatan dan menolak, karena praktiknya
diduga merugikan pihak tertentu.
Beberapa
hal yang dinilai merugikan buruh tersebut diduga atau terkait dengan
penyelenggara / penyedia jasa outsourcing yang menerapkan beberapa hal seperti
adanya sejumlah pungutan biaya sebelum bekerja, pemotongan gaji, mekanisme
jamsostek dan pajak penghasilan yang tidak jelas, perhitungan gaji / lembur
yang tidak transparan, mekanisme hubungan kerja yang tidak jelas, atau hal –
hal lain yang berpotensi merugikan atau menyalahgunakan status pekerja/buruh.
Atau setidaknya memperlemah posisi pekerja/buruh dalam hubungan kerja. Hal-hal
tersebut yang menjadi dasar pekerja/serikat bahu-membahu dan terus menerus
bersuara keras untuk membubarkan atau melarang praktek outsourcing di Indonesia.
Dalam
setiap momentum gerakan buruh, isu outsourcing seolah selalu menjadi yang pertama dan
utama dalam setiap aksi. Seolah tidak afdhol sebuah gerakan, jika menanggalkan
isu tersebut, walau untuk sementara. Namun demikian apakah sudah selayakanya praktek
outsourcing seperti ini,
atau sudah pantas-kah outsourcing harus dibubarkan? Untuk opsi pertama,
jelas setiap pihak sepakat bahwa idealnya praktek outsourcing tidak-lah demikian, karena jelas akan
merugikan salah satu pihak. Jika outsourcing merupakan alat (instrument)
bisnis, tentu alat tersebut harus bermanfaat, bukan menghadirkan kerugian.
Untuk opsi kedua, tentang pembubaran atau larangan outsourcing, inilah yang
selalu menghangat menjadi isu yang sangat debatable dan menarik perhatian banyak pihak.
Sepanjang para pihak memandang dari persepsi iternal, maka selamanya isu outsourcing akan selalu menjadi bahan perdebatan
yang tidak ada muara atau titik temunya.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka identifikasi masalah yang timbul adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan outsourcing ?
2. Apa
yang menjadi landasan hukum dalam system outsourcing?
3. Apa
kelebihan dan kekurangan dari system outsourcing?
4. Masalah
apa yang ditimbulkan dari penggunaan outsourcing?
5. Bagaimana
dampak pengingkaran dari hak-hak buruh dalam perspektif HAM dalam system
outsourcing?
6. Apa tanggapan berbagai pihak terhadap
outsourcing ?
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan Identifikasi
Masalah di atas, maka Rumusan Masalah yang dipilih dan dibahas adalah
“Bagaimana pelaksanaan outsourcing dalam perspektif HAM
?”.
D.
Tujuan
Makalah
Berdasarkan Rumusan Masalah
di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Makalah ini sebagai tugas terstruktur mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Makalah ini mengetahui deskripsi dari sistem
outsourcing.
3. Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem outsourcing
4. Untuk
mengetahui indikas-indikasi yang ditimbulkan dari penggunaan iystem outsourcing
5. Untuk
mengetahui pandangan dan pelaksanaan mengenai hak-hak buruh dalam perspektik
HAM
6. Mengetahui tanggapan berbagai pihak terhadap outsourcing ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Outsourcing
Apa yang dimaksud dengan
outsourcing ?
Outsourcing tebagi atas dua
suku kata : out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja, tangggung
jawab dan keputusan kepada orang lain. Ousourcing dalam bahasa Indonesia
berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, ousourcing atau alih daya dapat
diartikan sebagai penyerahan sebagai pelaksanaan pekerjaan yang sifanya
non-core atau penunjangan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh.
Di dalam
undang-undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah outsourcing.
Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan pasal 64
Undang-Undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, yang isinya menyatakan bahwa
Outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antar pengusaha dengan
tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Dari
pengertian diatas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan
penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna jasa meminta kepada perusahaan
penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di
perusahaan pengguna jasa dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap
dibayarkan oleh penyedia jasa.
Dengan menggunakan tenaga kerja outsourcing, perusahaan
tidak perlu repot menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan, hingga asuransi
kesehatan. Sebab, yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsourcing itu
sendiri.
Atau dengan kata lain outsourcing
atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari
perudahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar
perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur
dalam suatu kesepakatan tententu. Outsourcing dalam regulasi
ketengagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non-core
business unit) atau secara praktek semua ini kerja bisa dialihkan sebagai
unit outsourcing.[1]
Pola
perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing secara umum adalah ada beberapa
pekerjaan kemudian diserahkan ke perusahaan lain yang telah berbadan hukum,
dimana perusahaan yang satu tidak berhubungan secara langsung dengan pekerja
tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau pengerah tenaga kerja. Pendapat
lain menyebutkan bahwa outsourcing adalah pemberian pekerjaan dari satu pihak
kepada pihak lain dalam 2 bentuk, yaitu:
1.
Menyerahkan dalam bentuk pekerjaan,
2.
Pemberian pekerjaan oleh pihak 1 dalam bentuk
jasa tenaga kerja. Perjanjian outsourcing dapat disamakan dengan perjanjian
pemborongan pekerjaan.
____________________
[1] Sumber : Seputar Tentang Tenaga Outsourcing, 6
September 2007 (malangnet.wordpress.com)
Di bidang
ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan tenaga
kerja untuk memproduksi atau melaksankan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan,
melalui perusahaan penyedia atau pengerah tenaga kerja. Ini berarti ada dua
perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang khusus menyeleksi, melatih dan
memperkejakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu
untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian perusahaan yang kedua
tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja
padanya, hubungan hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja.
Kebijakan outsourcing
yang tercantum dalam Pasal 64 – 66 UU Ketenagakerjaan telah mengganggu
ketenangan kerja bagi buruh/pekerja yang sewaktu-waktu dapat terancam pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan men-downgrading-kan mereka sekedar sebagai
sebuah komoditas, sehingga berwatak kurang protektif terhadap buruh/pekerja.
Artinya, UU Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan paradigma proteksi kemanusiaan
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan bertentangan dengan Pasal 27 ayat
(2) UUD 1945.[2]
B.
Landasan
Hukum
Landasan hukum outsourcing adalah
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:
Pasal 64
Perusahaan
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa Pekerja/Buruh
yang dibuat secara tertulis.[3]
Berdasarkan
ketentuan pasal di atas, outsourcing dibagi menjadi dua jenis:
_____________________
[2]
Putusan
Mahkamah Konstitusi, Perkara Nomor: 012/PUU-I/2003, Kamis, 28 Oktober 2004
[3]
Lihat:
UU No. 13 Tahun 2003
- Pemborongan pekerjaan
Yaitu pengalihan suatu pekerjaan
kepada vendor outsourcing, dimana vendor bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
pekerjaan yang dialihkan beserta hal-hal yang bersifat teknis (pengaturan
oerasional) maupun hal-hal yang bersifat non-teknis (administrasi kepegawaian).
Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang bisa diukur volumenya, dan fee
yang dikenakan oleh vendor adalah rupiah per satuan kerja (Rp/m2, Rp/kg, dsb.).
Contoh: pemborongan pekerjaan cleaning service, jasa pembasmian hama, jasa
katering, dsb.
- Penyediaan jasa Pekerja/Buruh
Yaitu pengalihan suatu posisi kepada
vendor outsourcing, dimana vendor menempatkan karyawannya untuk mengisi posisi
tersebut. Vendor hanya bertanggung jawab terhadap manajemen karyawan tersebut
serta hal-hal yang bersifat non-teknis lainnya, sedangkan hal-hal teknis
menjadi tanggung jawab perusahaan selaku pengguna dari karyawan vendor.
Untuk pembahasan selanjutnya,
istilah outsourcing akan disesuaikan dengan jenis kedua, yaitu outsourcing
dalam bentuk penyediaan jasa pekerja/buruh.
C.
Kelebihan
dan Kekurangan Outsourcing
a.
Kelebihan
dan Kekurangan Outsourcing bagi perusahaan
1. Kelebihan Outsourcing bagi Perusahaan
Ada
beberapa keuntungan dari outsourcing, yaitu:
1.
Fokus pada kompetensi utama
Perusahaan
dapat fokus pada core-business. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaharui
strategi dan merestrukturisasi sumber daya (SDM dan keuangan) yang ada.
2.
Penghematan dan Pengendalian biaya operasional
Salah
satu alasan utama melakukan outsourcing adalah peluang untuk mengurangi dan
mengontrol biaya operasional. Perusahaan yang mengelola SDM-nya sendiri akan
memiliki struktur pembiayaan yang lebih besar daripada perusahaan yang
menyerahkan pengelolaan SDM-nya kepada vendor outsourcing. Hal ini terjadi
karena vendor outsourcing bermain dengan “economics of scale” (ekonomi skala
besar) dalam mengelola SDM.
3.
Memanfaatkan kompetensi vendor outsourcing
Karena
core-business-nya dibidang jasa penyediaan dan pengelolaan SDM, vendor
outsourcing memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih baik dibidang ini
dibandingkan dengan perusahaan. Kemampuan ini didapat melalui pengalaman mereka
dalam menyediakan dan mengelola SDM untuk berbagai perusahaan. Bila tidak
ditangani dengan baik, pengelolaan SDM dapat menimbulkan masalah dan kerugian
yang cukup besar bagi perusahaan, bahkan dalam beberapa kasus mengancam
eksistensi perusahaan.
4.
Perusahan dapat merespon pasar dengan cepat
Jika
dilakukan dengan baik, outsourcing dapat membuat perusahaan menjadi lebih
ramping dan cepat dalam merespon kebutuhan pasar. Kecepatan merespon pasar ini
menjadi competitive advantage (keunggulan kompetitif) perusahaan dibandingkan
kompetitor. Setelah melakukan outsourcing, beberapa perusahaan bahkan dapat
mengurangi jumlah karyawan mereka secara signifikan karena banyak dari
pekerjaan rutin mereka menjadi tidak relevan lagi.
5.
Mengurangi Resiko
Perusahaan
mampu mempekerjakan lebih sedikit karyawan, dan dipilih yang intinya saja. Hal
ini menjadi salah satu upaya perusahaan untuk mengurangi resiko terhadap
ketidakpastian bisnis di masa mendatang. Jika situasi bisnis sedang bagus dan dibutuhkan
lebih banyak karyawan, maka kebutuhan ini tetap dapat dipenuhi melalui
outsourcing. Sedangkan jika situasi bisnis sedang memburuk dan harus mengurangi
jumlah karyawan, perusahaan tinggal mengurangi jumlah karyawan outsourcingnya
saja, sehingga beban bulanan dan biaya pemutusan karyawan dapat dikurangi.
6.
Meningkatkan efisiensi dan perbaikan pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
non-core
Umumnya
mereka menyadari bahwa merekrut dan mengkontrak karyawan, menghitung dan
membayar gaji, lembur dan tunjangan-tunjangan, memberikan pelatihan,
administrasi umum serta memastikan semua proses berjalan sesuai dengan
peraturan perundangan adalah pekerjaan yang rumit, banyak membuang waktu,
pikiran dan dana yang cukup besar. Mengalihkan pekerjaan-pekerjaan ini kepada
vendor outsourcing yang lebih kompeten dengan memberikan sejumlah fee sebagai
imbalan jasa terbukti lebih efisien dan lebih murah daripada mengerjakannya
sendiri.
2.
Kekurangan Outsourcing bagi Perusahaan
Ada
pula kekurangannya bagi perusahaan, yaitu:
1.
Kehilangan kontrol manajerial
Kontrol manajerial akan menjadi milik perusahaan
lain karena perusahan outsourcing tidak akan mendorong perusahaan melainkan
didorong untuk membuat keuntungan dari layanan yang mereka sediakan.
2.
Adanya biaya tersembunyi
Setiap hal yang tidak tercamtum dalam kontrak akan
menjadi dasar perusahaan untuk membayar biaya tambahan
3.
Ancaman keamanan dan kerahasian
Perusahaan outsourcing dapat menerima informasi
tentang catatan gaji, medis dan rahasia lainnya.
4.
Kualitas
Kontrak akan mengalami spesifikasi dan akan ada
biaya tambahan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan kepada perusahaan
outsourcing.
5.
Terkait kesejahteraan keuangan
perusahaan lain
Perusahaan outsourcing akan bangkrut dan memegang
kangtong
6.
Publisitas buruk dan Ill-Will
Kata
"outsourcing" mengingatkan hal-hal yang berbeda untuk orang yang
berbeda. Jika Anda tinggal di sebuah komunitas yang memiliki perusahaan
outsourcing dan mereka menggunakan teman dan tetangga, outsourcing yang baik.
Jika teman-teman dan tetangga Anda kehilangan pekerjaan mereka karena mereka
dikirim di seluruh negara bagian, di negara atau di seluruh dunia, outsourcing
akan membawa publisitas buruk. Jika Anda Outsource bagian dari operasi Anda,
moral mungkin menderita dalam angkatan kerja yang tersisa.[4]
b.
Kelebihan
dan Kekurangan Outsourcing bagi Karyawan[5]
1.
Kelebihan Outsourcing bagi Karyawan
Ada
beberapa keuntungan dari outsourcing, yaitu:
1.1
Memudahkan calon karyawan fresh
graduate untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan sistem outsourcing mereka tidak
perlu bersusah payah.
memasukkan
lamaran pekerjaan ke banyak perusahaan karena justru perusahaan outsourcing
yang akan menyalurkan mereka.
1.2 Mendapat pelatihan memadai dari perusahaan
penyedia jasa karyawan outsourcing. Sebelum ditempatkan di perusahaan para
pencari kerja tentunya harus mendapat pelatihan sehingga pengalaman tentang
dunia kerja menjadi bertambah.
1.3
Memudahkan pencari kerja yang memiliki
keahlian khusus memilih perusahaan yang akan mempekerjakan mereka nanti sekaligus
menentukan gaji yang akan mereka dapatkan karena para pencari kerja dengan
keahlian khusus seperti ini tentunya jarang sehingga menjadi rebutan
perusahaan-perusahaan besar.
______________________
[4] Sumber: Portal
Kerja, 2010 http://www.portalkerja.co.id/seputar-outsourcing-14/7-keuntungan-menggunakan-jasa-outsourcing-239/
[5] Sumber: Job
loker, 2012 http://blog.jobloker.com/kelebihan-dan-kekurangan-karyawan-outsourcing/
2.
Kekurangan Outsourcing bagi Karyawan
Ada
pula kekurangannya bagi karyawan yaitu:
1.
Masa kerja yang tidak jelas karena
sistem kontrak. Sebagian besar karyawan outsourcing khawatir jika
ada PHK maka tidak mudah mendapatkan pekerjaan kembali.
2.
Tidak ada jenjang karir. Karena
sistem outsourcing memberlakukan kontrak mengakibatkan karyawan susah memegang
jabatan tinggi.
3.
Tidak mendapat tunjangan. Sebagian besar
perusahaan outsourcing tidak memberikan tunjangan seperti THR, asuransi dan
jaminan hari tua untuk karyawan outsourcing.
4.
Pemotongan penghasilan karyawan
outsourcing yang tidak jelas. Rata-rata gaji yang dipotong untuk karyawan
outsourcing berkisar dia angka 30 persen dari seharusnya yang mereka terima
seandainya menjadi karyawan tetap di perusahaan mereka saat ini bekerja.
Disebabkan zaman sekarang adalah zaman imperialisme, maka
persoalan pokok kelas buruh dan rakyat adalah berjuang melawan setiap bentuk
kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim yang berkuasa di negeri ini yaitu rezim
pengabdi setia imperialisme. Di zaman imperialisme sistem yang berkembang di
Indonesia adalah sistem masyarakat setengah jajahan dan setengah feudal
sehingga kelas buruh tidak bisa berdiri sendiri dan berjuang sendiri karena
yang dihisap dan ditindas selain klas buruh adalah kaum tani yaitu klas
mayoritas dan seluruh rakyat tertindas dan tertindas lainnya. Dan skala
penghisapan dan penindasan imperialisme mencakup kelas buruh, rakyat dan bangsa
di berbagai negeri jajahan dan setengah jajahan. Dalam pengertian inilah,
penting bagi kita sebagai rakyat dari suatu bangsa yang masih terjajah
(setengah jajahan dan setengah feudal) bernama Indonesia untuk mengobarkan
watak perjuangan anti-imperialisme dan anti-feudalisme. Tanpa perjuangan
anti-imperialisme dan anti-feodalisme yang gigih, kita tak lebih dari bangsa
kuli yang akan terus diperbudak oleh Imperialis.
Demikian juga dalam mensikapi masalah sistem buruh kontrak
dan outsourcing ini. Di tengah situasi pemiskinan yang semakin mencekik buruh
dan massa rakyat luas ini, berbagai upaya propaganda yang menerangi kenyataan
untuk meningkatkan kesadaran kaum buruh harus terus ditingkatkan dan diluaskan.
Kemudian diorganisasikan dalam wadah serikat buruh sejati dan melakukan
bentuk-bentuk perjuangan massa melalui organisasi massa buruh dan kerjasama
dengan ormas rakyat lainnya harus lebih diperkuat persatuannya.
Pengorganisasian massa, cara kerja massa yang memadukan konsolidasi organisasi
dengan gerakan propaganda yang massif dan intensif harus kita tingkatkan
kualitas dan kuantitasnya.
Agar dapat memecahkan pengorganisiran buruh kontrak dan
outsourcing maka Metode maupun taktik-taktik kerja pengorganisasian yang tepat
harus di rumuskan sesuai dengan kondisi obyektif tersebut. Sebab apabila tidak
dapat memecahkan persoalan tersebut maka gerakan serikat buruh lambat tapi
pasti akan mengalami kehancuran karena tidak dapat berkembang, masa depan buruh
di Indonesia dapat di pasikan akan menjadi buruh kontrak seiring dengan usaha
yang keras dilakukan oleh pemerintah agar dapat melegalkan praktek ini ke dalam
Undang-undang Ketenagakerjaan, dan saat ini beberapa pimpinan serikat
pekerja/buruh justru ingin memperkuat praktek sistem buruh kontrak dan sistem
Outsorching dengan cara mendesakan kepada pemerintah agar mengeluarkan
peraturan menteri, hal inilah yang mendasari kaum buruh harus terus waspada dan
kritis dengan berbagai upaya yang dijalankan pemerintah dan berbagai kalangan
yang seolah-olah pro buruh akan tetapi pandangan dan pendiriannya justru
mendukung praktek sistem buruh kontrak dan outsourching di langgengkan di
Indonesia.[6]
____________________
[6]
Sumber:
GSBI Pusat, 2012
D.
Masalah yang timbul dalam
pelaksanaan outsourcing
Dalam workshop yang
diadakan oleh PPM Manajemen bekerjasama dengan ABADI (Asosiasi Bisnis Alih Daya
Indonesia) pada hari ini Kamis, 26 Februari 2009, pembahasan Iftida Yasar
adalah mengenai " Kemungkinan Masalah dalam Kegiatan Outsourcing".
·
Difinisi pekerjaan dan tanggung jawab
yang kurang jelas dan rinci dalam perjanjian yang dapat mengakibatkan perbedaan
persepsi dilapangan. Misalnya mengenai hal yang dapat mengakibatkan berakhirnya
hubungan kerja. Harus dengan jelas dicantumkan apa atau kondisi apa yang
mengakibatkan karyawan outsourcing dapat dikembalikan kepada perusahaan
outsourcing.Misalnya seorang sales diangkat dalam kontrak 3 bulan dengan target
tertentu yang kalau tidak tercapai dapat menjadi sebab berakhirnya hubungan
kerja.
·
Pemahaman mengenai "Full
outsourcing", dimana semua tanggung jawab dan wewenang dilakukan oleh
vendor dengan hasil kerja yang disepakati bersama, atau "Labor
Supply" dimana vendor hanya menyediakan tenaga kerjanya dan semua tanggung
jawab dan wewenang pekerjaan dilakukan oleh user.
·
Penggelapan uang. Jika ini terjadi maka
masalah pidana melekat pada diri pelaku, ia yang bertanggung jawab untuk
mengembalikan uang tersebut atau dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.Jika
perusahaan terbukti terlibat baru dapat dimintakan tanggung jawabnya. Yang
harus dilakukan vendor adalah mengurus masalah ini secara tuntas, baik
penyelesaian secara internal maupun penyelesaian secara hukum.
·
Menggunakan nama/logo perusahaan user
untuk kepentingan pribadi. Biasanya dilakukan dengan membuat surat keterangan
sendiri dengan kop surat perusahaan untuk kepentingan karyawan pribadi.
·
Kehadiran/disiplin kerja. Biasanya hal
ini dapat diatasi dengan kontrol yang ketat dari vendor dengan menyediakan
mesin absensi.Cantumkan juga misalnya dalam perjanjian jika tidak masuk dalam
hitungan hari tertentu, maka dapat dikenakan sanksi bahkan bisa dianggap
mengundurkan diri.
·
Diberikan kewenangan oleh User diluar
kewenangannya. Dilapangan bisa saja terjadi atasan langsung dari pihak user
memberikan kewenangan yang melebihi apa yang dicantumkan dalam kontrak.Jika
terjadi suatu kesalahan atau kerugian, maka lihat kembali kontrak kerja apakah
ini diatur. Jika tidak maka kesalahan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada
karyawan ybs.
·
Sharing Password. Kesalahan prosedur
yang termasuk kedalam kategori pelanggaran berat ini dapat saja terjadi,
seorang atasan yang memberikan passwordnya kepada karyawan outsourcing atau
sebaliknya karyawan outsourcing yang mencuri password atasanya dapat
dikeluarkan dan dikenakan pidana jika berakibat adanya kerugian.
·
Pelaksanaan jam lembur dan
perhitungannya.Ada perusahaan yang menentukan jumlah rupiah tertentu untuk
mengganti jam lembur, misalnya setiap jam dibayar Rp 10.000.Ini bertentangan
dengan UU, sebaiknya lembur dibayarkan sesuai dengan perhitungan yang telah
ditetapkan pemerintah.atau jangan disebut lembur tapi tunjangan jika bekerja
diatas jam 5-7 maka akan diberikan , misalnya Rp 20.000,-
Ada juga user yang memberlakukan jam kerja yang sangat panjang melebihi aturan jam lembur yang telah ditetapkan, jika ini terjadi maka dianggap pelanggaran.
Ada juga user yang memberlakukan jam kerja yang sangat panjang melebihi aturan jam lembur yang telah ditetapkan, jika ini terjadi maka dianggap pelanggaran.
E. Pengingkaran
Hak-hak Buruh
Pengingkaran hak-hak buruh dalam model kerja outsourcing,
sebagian telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu. Indikasi pelanggaran
kapitalis (pemilik modal) dapat dilihat dari laporan (Organisai Nirlaba Global
Alliance
for
Workers and Communities) mengenai kondisi kerja di sembilan Perusahaan NIKE.
Hasil laporan dari wawancara dengan 4.450 buruh, bahwa terjadi
penyiksaan dan perlakuan tidak sewajarnya oleh pekerja kontrak (outsourcing),
sejumlah 30 persen buruh mengaku pernah melihat atau mengalami pelecehan atau
penyiksaan baik secara verbal maupun fisik, termasuk pelecehan seksual.[7]
Laporan tersebut merupakan sebagian kecil dari gambaran bagaimana kondisi
buruh dalam sistem outsouring.
F.
Tanggapan
Mengenai Outsourcing
Keberadaan
lembaga outsourcing di Indonesia masih menimbulkan prokontra di masyarakat.
Walaupun keberadaan outsourcing sudah ada sebelum tahun 2000an tetapi baru di
tahun 2003 ada undang-undang yang mengatur tentang adanya lembaga outsourcing.
Tepatnya yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 64, 65, dan
66.
Lalu, apa
yang dipermasalahkan / diperdebatkan dalam lembaga ini ???
Jika
ditinjau dari segi pengusaha, adanya pemborongan pekerjaan / penyedia tenaga
kerja (outsourcing) menguntungkan pengusaha karena pengusaha dapat
mengonsentrasikan pemikirannya untuk menangani core bisnisnya sedangkan pekerjaan-pekerjaan penunjang dapat
diserahkan kepada pemborong. Dengan demikian pengusaha tidak perlu memiliki
organisasi yang yang besar dengan jumlah
tenaga kerja yang banyak.
___________________
[7]
Sri Haryani, 2002 : 45
Demikian
juga permasalahan ketenagakerjaan dapat dieliminir dengan adanya perusahaan
lain yang menangani pekerja penunjang, dimana hubungan pekerja langsung
ditangani pemborong atau penyedia jasa tenaga kerja. selain itu melalui
penggunaan jasa outsourcing, sebuah perusahaan bisa menekan biaya dan
mendapatkan hasil dengan apa yang
ditargetkan.
Tetapi jika
ditinjau dari segi para pekerjanya, dengan adanya sistem outsourcing dalam
sebuah perusahaan para buruh outsourcing merasa dirugikan. Menjadi buruh di
lembaga outsourcing berarti menjadi buruh borongan yang bukan sebagai pegawai
tetap. Hak-hak buruh borongan dengan pegawai tetap tentunya berbeda, apalagi
para pekerjanya bekerja atas nama perusahaan outsourcing bukan atas nama
perusahaan tempatnya bekerja.
Konstruksi
hukum outsourcing dalam UUK (Undang – Undang Ketenagakerjaan) sebenarnya sudah
tepat. Bahkan jika ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUK tersebut ditaati maka
outsourcing tidak akan mrugikan pekerjanya. Tetapi dalam kenyataannya, para
pekerja outsourcing masih mengeluhkan nasib mereka yang tidak berbeda dengan
pegawai kontrak.
Dalam UUK telah mengatur
perlindungan terhadap hak-hak pekerja, antara lain :
1.
Perlindungan PHK
2.
Jamsostek
3.
Upah yang layak dan tabungan pensiun.
Dalam
prakteknya, hak-hak tersebut merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk
didapatkan oleh para pekerja outsourcing.
Beberapa
masalah yang dikeluhkan oleh para pekerja outsourcing yaitu :
1.
Pemotongan Upah
Karena perusahaan penyedia jasa pekerja (outsourcing) akan mengambil sekian
persen upah yang dihasilkan para pekerjanya setelah bekerja di perusahaan
pengguna. Hal semacam ini juga bisa di sebut dengan perbudakan modern karena pekerja-pekerja tersebut dijual kepada
perusahaan pengguna dengan jumlah uang.
2.
Tidak Terjaminnya Job Security
Karena dalam outsourcing menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu.
Seorang pekerja dengan perjanjian waktu tertentu pasti suatu saat hubungan
kerjanya akan putus (tidak tetap), sehingga kontinuitas pekerjaan menjadi
persoalan baigi pekerja yang di outsourcing karena memungkinkan PHK sewaktu-waktu.
3.
Kurang
Terlindungi Hak-haknya
Pekerja outsourcing bukanlah sebagai pegawai tetap maka perusahaan pengguna
jasa outsourcing tidak mempunyai tanggung jawab penuh pada pekerja-pekerja outsourcing.
4.
Tidak Adanya Jaminan dan Tunjangan lainnya
Sebagai buruh kontrak maka jaminan dan tunjangan yang di berikan perusahaan
kepada pekerja outsourcingpun tidak menjadi prioritas.
Dengan
adanya keluhan-keluhan tersebut maka banyak pihak yang menuntut agar pemerintah
mencabut keberlakuan pasal dalam UUK yang mengenai tentang outsourcing. Maka
dari turunlah Putusan MK No. 27/PUU-XI/2011 yang ditindaklanjuti dengan Surat
Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 untuk mengatur dengan lebih tepat mekanisme yang
sudah berjalan sehingga hak-hak para pekerja outsourcing bisa terjamin.
Tapi,
ternyata putusan MK tersebut belum dianggap mengabulkan tuntutan penghapusan
/oencabutan outsourcing. Dan untuk memperjuangkan hak-hak mereka, para buruh
sudah mulai melakukan aksi-aksi sebagai bentuk penolakan outsourcing dan agar
system outsourcing bisa dihapus.
Aksi-aksi tersebut seperti yang terjadi pada tanggal 03 Oktober 2012 di
Jakarta,demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para buruh menuntut
penghapusan outsourcingdan meminta jaminan bagi para buruh. Dan mereka akan
terus melancarkan aksi-aksi mereka sampai semua tuntutan mereka sudah
terpenuhi.
Sebenarnya,
kunci utamanya terletak pada sikap para pengusaha.jika perusahaan tidak
melakukan penyelewengan dalam pelaksanaan
outsourcing maka para pekerjapun tidak akan merasa dirugikan dan menjadi korban
dari perbudakan modern. Oleh karena itu, baik perusahaan maupun pekerja agar senantiasa dapat hidup bersama tanpa
terjadi pertentangan kepentingan sebagai akibat dari pendapat ataupun
pemikiran-pemikiran yang berbeda. Diperlukan pelaksanaan outsourcing yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman untuk
berperilaku secara formal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Outsourcing
di Indonesia merupakan system kerja kontrak yang didalamnya terdapat pemberi
kerja dan pekerja. Berdasarkan UU no.13 tahun 2003 memberi dasar pertimbangan
tentang UU ketenagakerjaan.Dilihat dari UU ketenagakerjaan kaitan dengan
perspektif HAM adalah kesinambungan kepentingan khususnya kepentingan pekerja
dan kepentingan pengusaha dalam mekanisme ekonomi pasar. Salah satu
pertentangan tentang UU ketenagakerjaan bertentangan dengan konvensi ILO tentang
hak fundamental pekerja yang berkenaan dengan hak asasi serta kebebasan
berserikat dan berorganisasi dan untuk melakukan perundingan kolektif yang
termaktub dalam konvensi ILO No.87 dan 98.
Namun, sistem outsourcing dan kerja
kontrak itu sendiri bertentangan dengan HAM dan tidak bisa diterapkan pada
siapa pun tanpa kecuali. Buruh cleaning service, catering,
satpam, buruh usaha angkutan pekerja dan buruh jasa penunjang di pertambangan
serta perminyakan juga memiliki hak yang sama dengan buruh-buruh di bagian core-business.
Outsourcing menjadi salah satu solusi yang paling sering digunakan untuk mengembangkan
suatu Sistem Informasi pada suatu perusahaan karena dengan outsourcing suatu
perusahaan akan lebih fokus pada bisnis inti. Penggunaan outsourcing sebagai
suatu solusi untuk implementasi Sistem Informasi sebaiknya mempertimbangkan
beberapa faktor berikut:
● Pahami jenis-jenis outsourcing yang ada. Hal ini karena jenis-jenis outsourcing
cukup bervariasi sesuai dengan skala Sistem Informasi yang akan dikembangkan.
● Pastikan bahwa strategi outsourcing yang akan digunakan sesuai
dengan strategi bisnis yang sedang atau akan dijalani.
● Gunakan suatu tolak ukur untuk penilaian terhadap outsourcing yang
akan dijalankan.
● Pastikan relasi outsourcing dengan vendor akan dapat terjalin dan
terkelola dengan baik.
● Lakukan observasi sederhana terhadap perilaku organisasi atau perusahaan
lain yang menggunakan outsourcing. Lihat apakah perusahaan atau
oganisasi tersebut telah berhasil melakukan outsourcing atau tidak.
Informasi ini akan sangat berguna sebagai acuan untuk menggunakan outsourcing
atau tidak tanpa harus melakukan survei yang mendalam terhadap vendor outsourcing
maupun outsourcing itu sendiri.
B.
Saran
1.
Berharap agar peraturan mengenai ketenagakerjaan dapat diperbaharui guna
melindungi kepentingan pekerja maupun pengusaha.
2.
Jika pelaksanaan outsourcing dilakukan maka disarankan agar bentuk
outsourcing mengenai pekerjaannya yang dilakukan oleh pemborong dapat
dipertimbangkan, namun bukanlah outsourcing penyedia jasa pekerja.
3.
Agar Pengawas Perburuhan dari
Departemen Tenaga Kerja lebih aktif dan independen dalam mengawasi
perusahaandan pelaksanaan outsourcing.
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia.
Undang Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Asiski, Zainal. Dkk. 1993. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta : Sinar Grafika.
Wijayanti, Asri. 2010. Hukum Ketenaga Kerjaan Paska Reformasi. Jakarta :
Sinar Grafika.
Erlangga
Negara. 2010. Kedudukan Outsourcing di Indonesia. http://theerlangga.wordpress.com/2010/09/03/kedudukan-outsourcing-di-indonesia/
Hussein,
Mohamad Zaki. 2012. Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing dalam
Perspektif HAM. Jakarta : Biro Litbang ELSAM.
________________.
2007. Seputar Tentang Tenaga Outsourcing. http://malangnet.wordpress.com
Putusan
Mahkamah Konstitusi, Perkara Nomor: 012/PUU-I/2003, Kamis, 28 Oktober 2004
Wiratraman, R. Herlambang. 2006. Disain
Neo-Liberalisme dan Ancaman Terhadap Hak-Hak Buruh. Surabaya : Trade Union
Rights Center Dan Forum Buruh Surabaya.
Wiratraman, R. Herlambang. 2006. Hak Buruh, Revisi UU
13/2003 dan Imperialisme Global. Surabaya
Post : 1 Mei 2006, http://www.surabayapost.info/kolom.
php?id=42555&klom=Opini&kolomid=5
_____________. 2010. 7 Keuntungan Menggunakan Jasa Outsourcing. Portal Kerja: http://www.portalkerja.co.id/seputar-outsourcing-14/7-keuntungan-menggunakan-jasa-outsourcing-239/
________________. 2012. Kelebihan Dan Kekurangan Karyawan Outsourcing.
Job loker : http://blog.jobloker.com/kelebihan-dan-kekurangan-karyawan-outsourcing/
______________. 2012. Akar Masalah
Sistem Kerja Buruh Kontrak dan Outsourcing: Dan Bagaimana Buruh Indonesia
Mengatasinya?. Jakarta : Gabungan Serikat Buruh Independen
Yasar, Iftida. 2009. Kemungkinan Masalah dalam Kegiatan Outsourcing. Daalam workshop yang diadakan oleh PPM Manajemen bekerjasama dengan ABADI (Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia)
Sanmarta, Pujiono. 2010. Outsourcing dalam pandangan Undang-undang dan masyarakat. http://jion-wiber.blogspot.com/2010/09/blog-post.html
Andrian
Sutedi, S.H., M.H.. Hukum Perburuhan
R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA.
2012. Dampak Kerja Kontrak dan
Outsourcing dilihat Dari Segi Hak Asasi Manusia. Fakultas Hukum Universitas
Airlangga